Belum banyak orang tau akan sejarah dari leluhurnya terdahulu, terutama kita yang terlahir dan besar di tanah Jawa ini. Ya, Suku Jawa, atau dikenal sebagai Tiyang Jawi (bahasa krama) dan Wong Jowo (bahasa ngoko), adalah suku bangsa Austronesia terbesar di Indonesia, yang sebagian besar berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pada tahun 2010, menurut data yang tercatat, sekitar 40,22% penduduk Indonesia adalah etnis Jawa. Tidak hanya di Indonesia, suku Jawa juga tersebar di Kaledonia Baru dan Suriname sebagai warisan era kolonial Belanda, serta di berbagai negara seperti Malaysia, Singapura, Arab Saudi, dan Belanda.
Mayoritas orang Jawa adalah Muslim, dengan minoritas Kristen, Kejawen, Hindu, dan Buddha. Kebudayaan Jawa yang kaya telah dipengaruhi oleh lebih dari seribu tahun interaksi antara budaya Kejawen dan Hindu-Buddha, yang masih terlihat dalam sejarah, tradisi, dan seni budaya Jawa.
Dengan populasi global yang besar, suku Jawa menjadi kelompok etnis terbesar kelima di antara umat Islam di dunia, setelah bangsa Arab, Bengali, Punjabi, dan Turki. Suku Jawa juga memiliki beberapa sub-suku seperti Banyumasan, Cirebon, Osing, Samin, Tengger, Jawa Merauke, dan Jawa Suriname.
Menurut para peneliti, masyarakat Jawa adalah hasil perpaduan genetik antara orang Austroasiatik dan Austronesia, dengan sekitar 20-30% gen Austronesia dan 50-60% gen Austroasiatik. Adopsi bahasa Austronesia oleh penduduk awal Jawa terjadi sebagai bentuk adaptasi dalam perdagangan dan pertukaran budaya.
Budaya Jawa yang sangat kompleks menekankan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian dalam kehidupan sehari-hari, menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan.
Budaya Jawa, yang meliputi pertunjukan wayang kulit, pusaka keris, kain batik, dan berbagai macam gamelan, juga tersebar di luar Jawa. Contoh, wayang remaja dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kampung Halaman, yang berada di Yogyakarta misalnya, pernah mendapat penghargaan seni dan budaya dari AS pada tahun 2011 lalu.
Kemudian gamelan Jawa juga diajarkan di Universitas Victoria Wellington, Selandia Baru, dan rutin dipentaskan di AS dan Eropa. Sama halnya juga dengan Sastra Jawa, seperti Nagarakretagama diakui UNESCO sebagai Memori Dunia. Pengaruh budaya Jawa juga terlihat di luar Indonesia, termasuk Malaysia, Singapura, dan Thailand Selatan, terutama pada era kejayaan kerajaan Wilwatikta Nagari (Majapahit).
Lebih lanjut, Bahasa Jawa adalah bahasa Austronesia dengan banyak serapan dari bahasa Sansekerta. Pada awal 1990-an, hasil survey seperti yang dikutip dari majalah Tempo menunjukkan bahwa mayoritas orang Jawa masih menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosakata dan intonasi berdasarkan hubungan sosial, yang dikenal sebagai Unggah-ungguh (tata krama).
Meskipun aksara Jawa agak tertinggal dan semakin tergantikan oleh huruf Latin dan Arab. Di sisi lain aksara Jawa asli ini masih tetap diajarkan dan di budayakan terutama di daerah sekitaran Solo, Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Dari catatan data kependudukan, mayoritas orang Jawa adalah Muslim (sekitar 96%), dengan perbedaan kultur antara kaum Santri dan Abangan.
Kaum Santri mengamalkan ajaran Islam secara syariat, sedangkan kaum Abangan masih terpengaruh kuat oleh Kejawen. Selain Islam, orang Jawa juga ada yang menganut agama Kristen (sekitar 3%), Hindu, Buddha, dan Kejawen. Adapun komunitas Jawa Hindu dapat ditemukan di kawasan pegunungan Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur dan komunitas Jawa Buddha di desa Kalimanggis, Temanggung, Jawa Tengah.
Dengan kata lain, Budaya Jawa adalah warisan leluhur bangsa Indonesia yang kaya akan keberagaman dan sangat berharga. Dengan adanya nilai-nilai ke-arifan lokal dan tradisi yang masih tetap terjaga serta dihormati oleh masyarakat Jawa terutama dan dunia luar hingga kini. Sepatutnyalah kita generasi penerus bangsa untuk tetap selalu menjaga warisan berharga ini.
*diambil dari berbagai sumber informasi.