LAMONGAN, Asatunet.com – Kelangkaan pupuk bersubsidi sudah menjadi rahasia umum. Santer terdengar pula, informasi di setiap daerah, termasuk Kabupaten Lamongan, jumlah kuota pupuk sangat bervariasi, terlebih ketersediaannya pun terbatas (minim). Sehingga, hal itulah diduga menjadi pemicu meroketnya nilai jual di lapangan. Banyak informasi yang berkembang di masyarakat hingga sampai saat ini masih belum bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya terkait penyebab terjadi kelangkaan pupuk.
Ada sumber yang mengatakan jika kuota/jatah pupuk bersubsidi di setiap wilayah bisa ‘dimainkan’. Ada pula sumber lain yang menyebut jika petani mendapatkan jatah pupuk subsidi sangat susah. Meskipun dapat, itu tidak banyak dan harganya pun relative mahal alias diatas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Tentunya apapun terkait seluk beluk pupuk bersubsidi terdapat regulasi (peraturan) yang mengatur, diantaranya Peraturan Menteri Nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian. Serta, Permentan No. 41 Tahun 2021 tentang Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.
Berdasar hal itulah tim pencari fakta asatunet.com berusaha mencari sumber-sumber yang kompeten, bagaimana realita yang terjadi di lapangan terkait pendistribusian pupuk bersubsidi melalui distributor, kios, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Kelompok Tani (Poktan) hingga tersalurkan kepada petani.
Jika benar petani susah mendapatkan pupuk bersubsidi, apa penyebabnya ? dan jika harga pupuk itu diatas harga eceran tertinggi, bagaimana itu terjadi dan apakah itu bisa dikategorikan melanggar hukum ? dan bagaimana tanggapan OPD terkait maupun pemerhati desa ?
Salah satu tokoh masyarakat di wilayah Kecamatan Sambeng, yang juga menjadi sumber kuat tim pencari fakta asatunet.com mengatakan jika kuota pupuk bersubsidi itu bisa dimainkan. "Telusuri dengan cermat, pasti nanti ketemu, siapa orangnya yang bisa mengeluarkan kebijakan dari jatah kuota pupuk yang bakal tersalurkan itu. Dan, kalau bisa minta data rincian keluarnya semua jenis pupuk," pungkasnya sembari mewanti wanti namanya tidak dipublikasikan.
Petani Merugi, Tidak Sebanding dengan Harga Komoditas Padi
Salah satu sumber yang juga sebagai petani di Dusun Tambar Desa Sidokumpul Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan, MS mengungkapkan bahwa harga pupuk bersubsidi dalam kurun waktu dua tahun ini merangkak malambung. Itu tidak sebanding antara pengeluaran dengan hasil paska panen. Apalagi, komoditas padi sangat rendah, itu diakui sangat merugikan petani.
“Dua tahun lalu harga pupuk di kelompok tani untuk urea Rp 100 ribu/sak. Sedangkan npk phonska Rp 125 ribu/per sak. Sekarang ada kenaikan harga menjadi Rp 130 ribu per sak untuk kedua jenis pupuk bersubsidi tersebut,” terang MS kepada asatunet.com beberapa hari lalu.
Kembali dikatakannya, meskipun harganya mahal untuk ketersediaan pupuknya jarang ada. “Semestinya jika lancar pengiriman dan sesuai jatah luas lahan kami agak tertolong. Yang bikin kami rugi jika di poktan tidak ada, kami terpaksa beli pupuk diluar kelompok yang harganya lebih mahal. Jika keadaan tahun ini sama dengan dua tahun lalu maka petani jangan harap sejahtera. Kembali modal saja sudah baik,” gerutunya sembari mengeluh.
Sempat Pertanyakan Jatah Kuota Pupuk Bersubsidi
Sementara itu, jatah kuota pupuk bersubsidi di wilayah Dusun Bebed Desa Sidokumpul Kecamatan Sambeng pernah dipertanyakan oleh Hariono selaku ketua poktan unggul jaya desa setempat kepada kios penyalur lantaran tidak sesuai rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK). Menurutnya, pemilik kios tidak bisa menjelaskan secara rinci kekurangan kuota itu penyebabnya apa.
“Saat peralihan ketua poktan unggul jaya Bebed, kendali penjualan pupuk bersubsidi di pegang Tris selaku pengurus poktan. Tapi saat saya tanya kenapa gak di serap petani anggota dusun setempat dengan entengnya Tris menjawab, ‘salah sendiri ada pupuk gak mau nebus, sekarang sudah habis baru ngeluh,” terang Hariono menirukan ucapan Tris kala itu.
Kembali dijabarkan Hariono bahwa pada tahun 2021 lalu kebijakan penjualan pupuk bersubsidi menggunakan sistem paket. Dimana dalam satu paket terdapat 1 sak pupuk urea seberat 50 kg, 1 sak pupuk phonska 50 kg dan 1 sak pupuk organik 40 kg yang dijual perpaket seharga Rp 250 ribu, karena masih berdasar HET lama mestinya urea seharga Rp 1800/kg, npk phonska Rp 2300/kg, sedangkan organik Rp 500 rupiah/kg. (Bersambung-1)
Editor : Fariz Fahyu