Jakarta, Asatunet.com - Perusahaan infrastruktur yang berbasis di Brunei Darussalam telah mengungkapkan rencana besar untuk membangun kereta api berkecepatan tinggi pertama di Pulau Kalimantan.
Proyek tersebut bertujuan untuk menghubungkan Brunei dengan dua negara tetangga, Malaysia dan Indonesia, termasuk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Menurut Penjabat Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar), Harisson, perusahaan dari Brunei telah melakukan studi dan akan mendanai pembangunan Trans Borneo Railway.
Harisson menegaskan dukungan pemerintah daerah untuk memperlancar proses pelaksanaannya, sejalan dengan rencana pengembangan sistem transportasi yang terintegrasi di IKN, yang diatur dalam Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) terbaru.
Mengenai jenis kereta dan teknologi yang akan digunakan, Harisson menyatakan bahwa belum ada keputusan yang final, tetapi mengindikasikan potensi pengembangan jaringan kereta cepat di Kalimantan mengingat kemajuan teknologi dan kebutuhan akan mobilitas masa depan.
Proyek ini diumumkan oleh Brunergy Utama, sebuah perusahaan yang sebelumnya bergerak dalam sektor minyak dan gas namun kini beralih ke infrastruktur, pada akhir Maret 2024.
Kereta Api Trans-Borneo direncanakan akan membentang sepanjang 1.620 kilometer dari barat ke timur Kalimantan, melewati tiga negara Asia Tenggara.
Tahap awal proyek ini akan menghubungkan Pontianak, ibu kota Provinsi Kalimantan Barat, dengan Kuching dan Kota Kinabalu, ibu kota negara bagian Sarawak dan Sabah di Malaysia, serta Distrik Tutong di Brunei dan wilayah barat di pantai utara Kalimantan.
Tahap berikutnya akan melanjutkan proyek ke selatan, menghubungkan Tutong dengan Provinsi Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur, termasuk Samarinda dan Balikpapan, yang direncanakan akan menjadi ibu kota Indonesia di masa depan, Nusantara.
Rencananya, akan dibangun empat terminal sebagai pusat jaringan kereta berkecepatan tinggi, dengan total 24 stasiun.
Brunergy Utama berencana bahwa kereta api ini akan beroperasi dengan kecepatan hingga 350 kilometer per jam, dengan biaya perkiraan sekitar 70 miliar dolar AS.
Proyek ini merupakan bagian dari program Trans Borneo Railway yang sebelumnya telah disetujui dalam kerangka kerja kerjasama ekonomi subregional BIMP EAGA.