Lamongan, Asatunet.com – Antara untung dan buntung (baca : rugi) jika ikut program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Dimana, harapan masyarakat minim biaya malah merugi ketika produk PTSL mengandung cacat hukum lantaran terdapat dugaan kuat perbuatan melawan hukum (PMH).
Kabar beredar, program PTSL banyak sekali kelemahan dan rawan bersentuhan hukum, dari pungutan maupun proses administrasi (baca : pemberkasan). Apakah programnya yang salah atau pelaksananya (baca : Petugas PTSL) yang menggunakan kesewenang-wenangan ?
Berbekal Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani Kepala Desa, baik Ketua, Sekretaris, bendahara serta anggota telah leluasa diberi kuasa penuh menyiapkan segala sesuatunya, termasuk pematokan, menyiapkan dasar peralihan (jual beli, hibah dan waris)dan menyiapkan serangkaian pertemuan untuk menentukan pungutan.
Warga Dusun Kradenan bakal bawa ke Ranah Hukum
Baru-baru ini, dikabarkan masyarakat Dusun Kradenan Desa/Kecamatan Sarirejo, Lamongan, Muannah diwakili suaminya Suseno dan Sholikin sedang bergejolak dengan pihak Desa dan panitia PTSL tahun 2017 – 2018, lantaran luas objek tanah mereka dianggap menyusut di sertifikat.
Dengan upaya mandiri dengan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, warga tersebut getol mengajukan proses untuk mencari keadilan hingga mempertahankan haknya meskipun sering bersitegang dengan perangkat desa setempat.
Tidak sia-sia, warga Kradenan yang berstatus menjadi ahli waris dari Kemo P Selir itu menuai hasil. Dengan mengajukan proses ukur ulang ke kantor pertanahan Lamongan, beberapa fakta membuktikan bahwa kecurigaan tentang penyusutan luas tanah tersebut memang benar adanya.
Artinya, dari hasil ukur oleh pihak kantor pertanahan, objek tanah milik Muannah dan Sholikin yang posisinya dalam satu persil luasnya berkurang dari C desa. Selisih luas itu berasal dari pemasangan patok terdahulu oleh anggota pokmas yang diduga kuat tanpa berbekal buku desa saat di lapangan. Rencananya dengan dasar itu lah yang akan di ranah hukumkan.
Muncul Pengakuan Biaya PTSL senilai Jutaan Rupiah
Usut punya usut, mencuat juga persoalan biaya PTSL. Meskipun tanpa diberi kwitansi oleh petugas pokmas PTSL, pemohon mengaku dimintai biaya Rp 1,7 juta dan Rp 2,2 juta. Sungguh fantastis biaya tersebut, apa dasarnya ? bagaimana pertanggungjawabannya ?
“Iya pak, saya dulu keluar uang total nilainya Rp 2,2 juta untuk biaya PTSL. Ketika pelaksanaannya, pemasangan patok maupun pengukuran, saya tidak diberi info oleh pokmas PTSL. Hasilnya sekarang ada kekurangan selisih. Kami tetap menuntut pertangungjawaban.”
“Saya juga saat pemasangan patok dan pengukuran tidak merasa disuruh datang ke objek. Dan lagi, semestinya saya dan tetangga batas harus membubuhkan tandatangan pada berkas persyaratan PTSL oleh kantor pertanahan. Tapi faktanya tidak tandatangan sama sekali. Bagaimana kinerjanya anggota pokmas ini. Dan untuk biayanya kesepakatannya berapa pun saya juga tidak tahu ?”
Akan Ungkap Satu-persatu Dugaan adanya Unsur Perbuatan Melawan Hukum
Berbekal statemen Sholikhin diatas, tim pencari fakta Asatunet.com ingin mengungkap fakta dibalik peristiwa tersebut. Jika memang benar, munculnya selisih luas objek tanah milik ahli waris Kemo P Selir lantaran kesengajaan yang dilakukan oleh perbuatan maka yang melakukan perbuatan itu bisa dikategorikan telah melakukan tindakan non prosedural atau melawan hukum.
Tim pencari fakta telah mengidentifikasi awal dari kronologis diatas bahwa sertifikat produk PTSL bisa saja cacat hukum lantaran dalam prosesnya mengandung cacat administrasi dan/atau terdapat dugaan mallpraktek yang meliputi kelalaian, kesalahan dalam diagnosis atau tindakan, atau bahkan tindakan yang disengaja yang melanggar hukum.
Kemudian untuk penentuan fokus adalah pengumpulan bahan dan keterangan menyangkut Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan Kepala Desa semasa program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2017-2018. Meski, S Harun selaku mantan Kades Sarirejo belum dapat ditemui, beberapa pihak dalam struktural Pokmas PTSL saat itu nama-namanya sudah terkantongi.
Diantaranya, P. Wajib, selaku ketua Pokmas PTSL tahun 2017-2018, H. Nuril bertugas sebagai bendahara, Sulaiman dan Nur Sofik bertugas sebagai penanggungjawab dalam pemberkasan. Ada pula perangkat desa yang juga turut melakukan pemasangan patok.
Untuk pengumpulan bahan pendukung, tim bakal menghubungi juga pihak kantor pemerintah desa Sarirejo yang dipimpin Kades saat ini. Sebab, informasinya, secara admnistrasi tidak pernah mengantongi berkas baik secara fisik maupun database (baca : teregister). Seperti halnya data pemohon Program PTSL tahun 2017 – 2018 maupun luasan jatah program PTSL tahun 2017 - 2018.
Tidak adanya dokumen pertanggungjawaban secara administrasi itu diduga dipicu dari pihak mantan kepala desa tidak menyampaikan pelimpahan pertangungjawaban kepada kepala desa yang baru, itu lantaran Ketua Pokmas tidak pernah melaporkankannya kepada mantan kades bahkan pembubaran Pokmas PTSL pun mantan tidak tahu menahu, apalagi laporan keuangannya. Apa yang sebenarnya terjadi, benarkah demikian Faktanya ? (next-1)