PONTIANAK, Asatunet.com - Sebuah insiden yang mengguncang kota Pontianak terungkap, di mana seorang pendidik tingkat menengah terlibat dalam tindakan kriminal terhadap muridnya. Seorang guru di SMA setempat telah terbukti melakukan tindakan pemerkosaan dan menghamili siswinya yang berumur 17 tahun.
Dari informasi yang terkumpul, rangkaian peristiwa tragis ini bermula pada Mei 2023. Eko Suprayitno, 27 tahun, seorang guru di SMA tersebut, memanfaatkan akun Instagram yang tidak asli untuk menjalin komunikasi dengan korban. Dia berhasil meyakinkan gadis muda itu untuk bertemu dan makan bersama di sebuah restoran lokal di Pontianak.
Kompol Tri Prasetyo dari Satuan Reserse Kriminal Polresta Pontianak mengungkapkan, "Korban sempat tidak menyadari bahwa dia bertemu dengan gurunya karena pelaku menggunakan masker."
Setelah makan malam bersama, siswi yang masih minor tersebut dibawa ke hotel oleh Eko. Meski awalnya menolak, rayuan Eko akhirnya membawa korban ke titik penyerahan. Di hotel itu, Eko memaksa korban untuk memuaskan hasrat seksualnya, yang berakhir dengan kehamilan gadis tersebut.
"Kami mendapat pengakuan dari tersangka bahwa dia telah melakukan hubungan seksual sebanyak dua kali," tambah Kompol Tri.
Kebenaran tentang kasus ini terkuak ketika kehamilan korban mencapai tujuh bulan. Seorang teman korban yang mengetahui situasinya memberi tahu orang tua korban.
"Setelah dikonfrontasi oleh orang tuanya mengenai kehamilan tersebut, korban mengungkapkan bahwa ayah dari bayi yang dikandungnya adalah gurunya," lanjut Tri. Keluarga korban tidak tinggal diam dan langsung melaporkan kasus ini ke Polresta Pontianak.
Pada Desember 2023, polisi berhasil menangkap Eko. Awalnya, dia berusaha untuk menyangkal perbuatannya, namun menghadapi bukti yang kuat, dia akhirnya mengakui semua tindakannya.
"Meskipun awalnya tersangka menolak mengakui perbuatannya, bukti yang kami miliki membuatnya tak bisa lagi berkelit," kata Tri. Saat ini, Eko ditahan di Markas Polresta Pontianak dan dihadapkan dengan Pasal 81 ayat 1 dan 3 Undang-Undang Perlindungan Anak, yang memungkinkan hukuman penjara hingga 15 tahun.
Kasus ini telah memicu kecemasan di antara para orang tua dan pendidik terkait keamanan anak-anak di lingkungan sekolah.
Salah seorang wali murid mengemukakan, "Seorang guru seharusnya menjadi pelindung dan pembimbing, bukan predator." Insiden ini juga memicu diskusi yang lebih luas tentang perlunya peningkatan pendidikan dan kesadaran mengenai pencegahan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
Para pakar dalam bidang pendidikan dan psikologi menekankan perlunya komunikasi terbuka antara orang tua, guru, dan siswa mengenai isu pelecehan seksual. Mereka juga menyarankan agar lembaga pendidikan menyediakan pelatihan dan sumber daya yang memadai untuk mengidentifikasi dan mencegah tindakan pencabulan seperti ini.