Jakarta, Asatunet.com – Hangatnya pembahasan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang dikenal dengan nama Whoosh lantaran nilai piutang bakal dibebankan ke APBN hingga ditolaklah oleh Menkeu Purbaya, kini mantan Presiden ke – 7 juga turut disebut-sebut.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, buka suara terkait hal itu. Menurut Mahfud, proyek ini awalnya dirancang sebagai kerja sama antar pemerintah atau government to government (G2G) antara Indonesia dan Jepang.
Melalui kanal YouTube Mahfud MD Official pada Selasa malam, 14 Oktober 2025, Mahfud menjelaskan kesepakatan awal dengan Jepang telah melewati proses perhitungan matang oleh para pakar dari Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Dari situ, Jepang bersedia memberikan pinjaman dengan bunga yang sangat rendah, yakni hanya 0,1 persen. "Tiba-tiba sesudah Jepang minta kenaikan sedikit gitu, oleh pemerintah Indonesia dibatalkan. Dipindah ke Cina, dengan bunga 2 persen. Dengan overrun pembengkakan kemudian menjadi 3,4 persen. Yang terjadi itu. Nah, sekarang kita nggak mampu bayar," terang Mahfud.
Sedangkan Mahfud menyoroti terkait keputusan untuk mengalihkan proyek dari Jepang ke Cina bukan tanpa penolakan dari pihak internal pemerintah. Salah satunya datang dari Menteri Perhubungan saat itu, Ignasius Jonan, yang secara tegas menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kerja sama dengan Cina.
Saat itu, Jonan sempat menyampaikan pandangannya langsung kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia menilai bahwa perjanjian dengan Cina tidak layak secara ekonomi dan sulit untuk melihat potensi keuntungan yang nyata dari proyek tersebut.
"Pak, ini tidak visible," kata Pak Jonan, menurut Mahfud. Namun, penolakan Jonan justru berujung pada pencopotannya dari jabatan. Setelah Jonan diberhentikan, Presiden Jokowi disebut memanggil seorang ahli kebijakan publik dan pengamat ekonomi, Agus Pambagio, untuk dimintai pendapat terkait kelanjutan proyek kereta cepat tersebut.
"Pak Jokowi sesudah mecat Jonan, dia tanya ke Agus. 'Pak Agus, gimana ini Pak?' Ini tidak visibel, rugi negara, menurut Agus," ujar Mahfud dalam video tersebut. Agus Pambagio sendiri, kata Mahfud, sempat mempertanyakan kepada Presiden siapa sebenarnya yang menggagas pemindahan proyek dari Jepang ke Cina.
Sebab, perubahan arah kerja sama tersebut justru membuat biaya pembangunan membengkak hingga bunga pinjaman mencapai 3,4 persen, jauh dari skema awal yang lebih menguntungkan.
"Ini atas ide siapa? Kata Agus. Kok bisa pindah dari Jepang ke Cina itu dan biayanya besar? Atas ide saya, kata Jokowi. Kata Presiden: Atas ide saya sendiri gitu," ungkap Mahfud.
Agus, kata Mahfud lalu menjawab karena ide Presiden dan mau dijadikan kebijakan, maka Agus mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. "Dan pergi si Agus. Ternyata sekarang benar gak mampu bayar," ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, megaproyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang diberi nama Whoosh, diduga kuat anggarannya dimark-up beberapa kali lipat, berdasarkan informasi terpercaya yang didapatnya.
Hal itu diperkuat lagi dari pernyataan pengamat ekonomi Agus Pambagyo dan Anthony Budiawan di salah satu televisi swasta beberapa waktu lalu, yang akhirnya mengkonfirmasi apa yang dulu sudah didengarnya dan terberitakan sejak 5 tahun lalu.
"Apa-apa yang dulu sudah terberitakan atau 5 tahun lalu sudah terberitakan luas, sekarang dikonfirmasi langsung," kata Mahfud MD dalam channel YouTube Mahfud MD Official miliknya yang tayang, Selasa (14/10?2025) malam.
Awalnya Mahfud menyambut baik dan mendukung keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak membayar utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh yang menembus Rp 116 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Namun Menkeu Purbaya menegaskan, tanggung jawab pembayaran berada di tangan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), lembaga yang kini mengelola KCIC bersama sejumlah BUMN strategis
"Saya mendukung Purbaya dalam hal ini. Jadi begini, ini masalahnya yang harus dicari secara hukum. Keputusan Menkeu Purbaya yang enggan membayar utang proyek Whoosh dari APBN adalah benar.
"Menurut saya benar Purbaya. Karena apa, Mas? Ini masalahnya sangat memberatkan bangsa. Kita membangun itu menghilangkan pembangunan-pembangunan untuk rakyat yang lain, kan hanya disedot untuk ini," ungkap Mahfud.
Mahfud menjelaskan jika pemerintah tidak mampu membayar maka kerjasama B2B itu bisa dipailitkan. "Atau itu diserahkan ke Danantara. Tapi apa mau dibail out oleh negara terus terus-terusan. Nah, ini yang harus diteliti karena ada dugaan markup," ungkap Mahfud.
Sementara terkait dugaan Mark Up, Mahfud kembali menjelaskan bahwa asal muasal uang itu berasal darimana. "Dugaan mark upnya gini. Itu harus diperiksa ini uang lari ke mana. Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per 1 km kereta Whoosh itu 52 juta US dolar. Tapi di Cina sendiri hitungannya hanya 17 sampai 18 juta US dolar. Jadi naik tiga kali lipat kan. Ini yang menaikkan siapa? Uangnya ke mana?" kata Mahfud,
Apalagi menurut Mahfud naiknya atau dugaan mark-up sampai 3 kali lipat. "Nah, itu markup. Harus diteliti siapa dulu yang melakukan ini. Mahfud menjelaskan proyek Whoosh ini juga bisa mengancam masa depan dan kedaulatan bangsa dan rakyat, akibat utang yang sangat besar,” pintanya.